Mencari Kekuatan Hati
Kehidupan yang dilalui
oleh seseorang yang memiliki pribadi unggul senantiasa memilki makna yang
besar. Setiap detik dari hidupnya tak luput dari kemanfaaatan baik
bagi dirinya maupun orang –orang disekitarnya. Tentunya untuk mewujudkan
pribadi yang unggul membutuhkan proses yang tidak mudah dan ini sangat terkait
dengan asas pandang yang dimilki seseorang yang diperoleh melalui jalan berfikir. Ini semua akan bermuara
pada kekuatan hati (keyakinan) yang akan senantiasa menjadi penuntun utama bagi
pribadi unggul. Keyakinan ini adalah sesuatu yang dibenarkan oleh akal melalui
jalan berfikir dan juga oleh perasaan.
Asas pandang mengenai
kehidupan merupakan hal mendesak yang harus dimiliki oleh seseorang, karena dia akan
menghantarkan manusia pada penemuan visi hidup. Dengan suatu asas pandang
tertentu dan visi hidup yang kuat, manusia akan memiliki guide dalam memenuhi
potensi kehidupannya, baik kebutuhan fisik maupun naluri. Jadi asas pandang
kehidupan merupakan aspek utama dari pembentukan pola pikir (aqliyah)
seseorang.
Ketika seseorang
menggunakan akalnya untuk memahamai hakekat kehidupannya, maka manusia pasti akan sampai
pada pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus dijawab secara memuaskan. Ketiga
pertanyaan mendasar itu ialah “ Darimana saya berasal serta manusia lainnya
juga alam semesta dan kehidupan ini?, kemudian “Untuk apa saya hidup di dunia
ini? Dan yang terakhir “Setelah menjalani kehidupan di dunia ini sebagaimana
makhluk yang lain, akan kemana saya?
Jawaban shahih Uqdatul kubra:
Menghantarkan pada keimanan yang teguh dan produktif
Jawaban dari ketiga
pertanyaan di atas akan memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan
seseorang. Oleh karenanya ketiga pertanyaan yang membutuhkan pemecahan yang benar tersebut dilkenal dengan
“Al-Uqdatul Kubra”(simpul besar)
- Simpul pertama ”Dari
mana manusia, alam semesta dan kehidupan?”
Seiring dengan perkembangan akal
manusia, banyak jawaban yang ditawarkan oleh para ilmuwan mengenai hal ini.
Teori-teori ilmiah mengenai asal mula alam semesta telah banyak dipelajari di
bangku-bangku sekolah maupun perguruan tinggi. Mulai dari teori kabut yang
dikemukakan oleh
Imanuel Kant,
sampai teori evolusi yang dicetuskan
oleh Darwin. Tentunya sebagai kaum intelektual, kita bisa mengkaji kebenaran
teori-teori di atas dan kesesuaiannya dengan akal.
Ketika melihat
keteraturan dan kesempurnaan alam semesta beserta isinya, maka tak ada hal lain
yang bisa kita terima selain kesimpulan bahwa alam semesta termasuk
manusia dan kehidupan ini adalah buah karya sang Pencipta. Bukan suatu hasil
dari proses evolusi atau hal yang kebetulan terjadi sebagaimana yang dipaparkan beberapa ilmuwan atheis.
Setelah
meyakini bahwa ada sang Pencipta di balik manusia, alam semesta dan kehidupan,
maka pertanyaan selanjutnya adalah Siapakah yang telah menciptakan semuanya? Pertanyaan ini penting
sekali untuk dijawab dengan penuh keyakinan. Islam menyebutkan bahwa Allah
Ta’ala adalah sang pencipta dan tiada Ilaah yang berhak untuk disembah
melainkan Dia. Sementara itu, agama dan kepercayaan lain selain Islam
menawarkan keyakinan yang lain. Mereka mengenal Yesus dan dewa-dewa sebagi
pencipta sehingga layak untuk disembah. Seseorang yang ingin memiliki keteguhan
yang tinggi, hati yang bersih akan benar-benar mencurahkan pemikiran mengenai
siapa sang Penciptanya. Tidak peduli apakah orang tadi dari kalngan muslim
maupun non muslim karena ini menyangkut penyaluran satu naluri yang ada pada
dirinya (gharizah tadayyun).
Sang
pencipta adalah Dzat yang berada di luar manusia, alam semesta dan kehidupan yang bersifat azali (tidak berawal dan
tidak berakhir) serta wajibul wujud (wajib adanya). Dua sifat itulah sebagai
parameter yang digunakan manusia ketika mencari siapa penciptanya disamping
sifat-sifat kesempurnaan yang harus dimiliki olehNya. Dan ketika kita
mempelajari lebih jauh, segala sifat kesempurnaan tadi hanya dimiliki oleh
Allah, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Al-Qur’an . Allah Subhanahu Wa
Ta’ala adalah Dzat yang wujud (ada eksistensinya- meski
tidak dapat dijangkau oleh manusia yang serba terbatas), tidak berawal dan
tidak berakhir. Sementara itu, keyakinan yang dimiliki oleh kalangan non muslim
adalah bathil karena mereka meyakini makhluk sebagai Tuhan, meyakini tuhan
yang berbilang dan sebagainya. Keyakinan mereka pun tidak bisa
diterima akal sehat, sehingga wajar para pengikut mereka banyak yang akhirnya
masuk Islam setelah sebelumnya mengalami kebimbangan dalam hal doktrin
ketuhanan ala mereka. Kita bisa melihat bagaimana
kisah Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhannya, yang diceritakan dalam Al-Qur’an
surat Al-An’am ayat 75-79. Dan dalam ayat-ayat sebelumnya, yakni Q.S Al-An’am ayat 1-3 Allah telah mengajarkan
pada manusia bahwa
Allah lah Sang
Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Al-Qur’an juga memaparkan bantahan-bantahan
cerdas terhadap ide paganisme. Trinitas, maupun keyakinan-keyakinan selain
ajaran tauhid. Bantahan yang diketengahkan oleh Al-Qur’an sangat memuaskan
akal. Dan hal ini akan semakin menguatkan pemahaman kita bahwa keyakinan
terhadap sang Pencipta merupakan perkara yang ‘aqli (ditempuh melalui jalan
berpikir). Seperti yang Allah jelaskan dalam surat Al-A’raf:191-195, Al-Maidah: 72-76,17.
Hanya saja
ketika kita mendapatkan berita dari Al-Qur’an, maka kita harus menemukan hujjah (bukti) yang meyakinkan
bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah, bukan sesuatu yang dikarang oleh makhluk,
siapapun itu.
Fakta bahwa Al-Qur’an berbahasa arab dan
dibawa oleh Muhammad akan menghantarkan kita pada kemungkinan-kemungkinan yang dilontarkan oleh
kaum orientalis, antara lain sebagi berikut:
- Karena Al-Qur’an
berbahasa Arab, maka dimungkinkan
Al-Qur’an adalah hasil karangan bangsa Arab. Bahkan seorang pemikir timur
tengah, Nashr Hamid Abu Zaid berhipotesa bahwa Al-Qur’an adalah produk
budaya
- Karena Al-Qur’an
disampaikan dan diajarkan pertama kali oleh Muhammad, maka dimungkinkan
Al-Qur’an adalah buatan Muhammad. Tuduhan ini telah dilontarkan oleh orang
kafir pada masa Rasulullah.
Namun
melalui pengkajian yang mendalam, kita akan dengan mudah menyangkal pendapat
yang lemah ini. Al-Qur’an Al-karim adalah kitab berbahasa Arab dengan gaya
bahasa yang sangat tinggi. Tak seorang pun kalangan bangsa Arab yang mampu
menandingi ungkapan-ungkapan seperti yang disampaikan dalam Al-Qur’an, meskipun
satu ayat saja. Bahkan orang yang pandai, seperti Walid bin Mughirah mengakui
bahwa apa yang dibawa Muhammad bukanlah suatu bentuk sya’ir yang dibuat oeh
bangsa Arab yang selama ini dikenal. Allah telah secara langsung
menbantah hal ini, seperti dalam surat Al-Baqarah:23. Selain itu Nabi
Muhammad sendiri termasuk kalangan bangsa Arab yang juga ummi’ . Redaksi hadist dan Al-Qur’an pun berbeda gaya bahasanya.
Orang kafir juga menuduh bahwa Al-Qur’an adalah perkataan yang diajarkan oleh
seorang pemuda bernama Jabr. Dengan
keras tuduhan ini dibantah dalam surat An-Nahl:103.
Dengan
demikian kita memperoleh kesimpulan bahwa Al-Qur’an memang Kalamullah.
Keyakinan ini juga akan menghantarkan kita terhadap berita-berita ghaib yang
dikabarkan dalam Al-Qur’an.
2. Simpul Kedua” Untuk
apa saya hidup?”
Setelah
mendapatkan jawaban pertanyaan pertama, maka kita akan dengan cepat menjawab
pertanyaan kedua. Sudah sewajarnya ketika ada yang menciptakan manusia
maka manusia dalam menjalani kehidupannya harus sesuai dengan misi yang Allah
kehendaki dari penciptaan manusia. Yaitu yang Allah firmankan dalam surat
Adz-Dzhariyat:56. Kata Ibadah dalam ayat tersebut tidak dibatasi dalam ibadah
yang dipahami oleh banyak orang saat ini, yang hanya berupa ibadah Mahdhah, tetapi yang dimaksud adalah
seluruh aktivitas yang dilakukan manusia. Jadi pengabdian yang sempurna dari
manusia adalah ketika manusia menyesuaikan seluruh aktivitas yang dilakukan
sesuai dengan kehendak atau aturan Allah. Aturan-aturan tersebut diketahui dari
firman Allah, yaitu Al-Qur’an. Namun untuk menjalankan apa yang diserukan,
manusia memerlukan contoh yang dapat diindera. Sehingga inilah tugas dari
para Rasul untuk memberikan pelajaran kepada kita. Keinginan kita untuk terikat
dengan aturan Allah akan melejitkan semangat untuk mengkaji ilmu Islam maupun
ilmu yang menjadi penunjang kualitas hidup.
3. Simpul Ketiga “ Akan
kemana saya setelah kehidupan dunia ini?”
Ketika kita
meyakini bahwa Allah mencipitakan kehidupan ini dan hidup kita hanya untuk
beribadah kepada Allah, yakni terikat dengan aturan-aturannya, maka tak lain
setelah kehidupan ini kita akan kembali pada Allah. Allah telah menegaskan
bahwa maksud dari
kembali padaNya adalah untuk mempertanggungjawabkan segala amal yang kita
lakukan di dunia. Dan tak ada satu pun amal yang akan luput dari penghitunganNya (QS Al-Zalzalah:6-8).
Jawaban dari
ketiga simpul ini akan menjadi penjaga yang kuat bagi pribadi unggul, yakni
seorang muslim yang visioner, tangguh, cermat dan senantiasa
sadar hubungannya dengan Allah. Dalam hidup ia akan senantiasa
berhati-hati dalam berbuat maupun meyakini sesuatu dan mengembannya. Karena ia
sangat memahami konsekuensi dari seluruh perbuatannya. Jawaban ini akan menjadi
dasar aqidah seseorang.