Senin, 19 September 2011

Mencari Kekuatan Hati

Mencari Kekuatan Hati
Kehidupan yang dilalui oleh seseorang yang memiliki pribadi unggul senantiasa memilki makna yang besar. Setiap detik dari hidupnya tak luput dari kemanfaaatan baik bagi dirinya maupun orang –orang disekitarnya. Tentunya untuk mewujudkan pribadi yang unggul membutuhkan proses yang tidak mudah dan ini sangat terkait dengan asas pandang yang dimilki seseorang yang diperoleh melalui jalan berfikir. Ini semua akan bermuara pada kekuatan hati (keyakinan) yang akan senantiasa menjadi penuntun utama bagi pribadi unggul. Keyakinan ini adalah sesuatu yang dibenarkan oleh akal melalui jalan berfikir dan juga oleh perasaan.
Asas pandang mengenai kehidupan merupakan hal mendesak yang harus dimiliki oleh seseorang, karena dia akan menghantarkan manusia pada penemuan visi hidup. Dengan suatu asas pandang tertentu dan visi hidup yang kuat, manusia akan memiliki guide dalam memenuhi potensi kehidupannya, baik kebutuhan fisik maupun naluri. Jadi asas pandang kehidupan merupakan aspek utama dari pembentukan pola pikir (aqliyah) seseorang.
Ketika seseorang menggunakan akalnya untuk memahamai hakekat kehidupannya, maka manusia pasti akan sampai pada pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus dijawab secara memuaskan. Ketiga pertanyaan mendasar itu ialah “ Darimana saya berasal serta manusia lainnya juga alam semesta dan kehidupan ini?, kemudian “Untuk apa saya hidup di dunia ini? Dan yang terakhir “Setelah menjalani kehidupan di dunia ini sebagaimana makhluk yang lain, akan kemana saya?
Jawaban shahih Uqdatul kubra: Menghantarkan pada keimanan yang teguh dan produktif
Jawaban dari ketiga pertanyaan di atas akan memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan seseorang. Oleh karenanya ketiga pertanyaan yang membutuhkan  pemecahan yang benar tersebut dilkenal dengan “Al-Uqdatul Kubra”(simpul besar)
  1. Simpul pertama ”Dari mana manusia, alam semesta dan kehidupan?”

       Seiring dengan perkembangan akal manusia, banyak jawaban yang ditawarkan oleh para ilmuwan mengenai hal   ini. Teori-teori ilmiah mengenai asal mula alam semesta telah banyak dipelajari di bangku-bangku sekolah maupun perguruan tinggi. Mulai dari teori kabut yang dikemukakan oleh Imanuel Kant, sampai teori  evolusi yang dicetuskan oleh Darwin. Tentunya sebagai kaum intelektual, kita bisa mengkaji kebenaran teori-teori di atas dan kesesuaiannya dengan akal.
Ketika melihat keteraturan dan kesempurnaan alam semesta beserta isinya, maka tak ada hal lain yang bisa kita terima selain kesimpulan bahwa alam semesta termasuk manusia dan kehidupan ini adalah buah karya sang Pencipta. Bukan suatu hasil dari proses evolusi atau hal yang kebetulan terjadi sebagaimana  yang dipaparkan beberapa ilmuwan atheis.
Setelah meyakini bahwa ada sang Pencipta di balik manusia, alam semesta dan kehidupan, maka pertanyaan selanjutnya adalah Siapakah yang telah menciptakan semuanya? Pertanyaan ini penting sekali untuk dijawab dengan penuh keyakinan. Islam menyebutkan bahwa Allah Ta’ala adalah sang pencipta dan tiada Ilaah yang berhak untuk disembah melainkan Dia. Sementara itu, agama dan kepercayaan lain selain Islam menawarkan keyakinan yang lain. Mereka mengenal Yesus dan dewa-dewa sebagi pencipta sehingga layak untuk disembah. Seseorang yang ingin memiliki keteguhan yang tinggi, hati yang bersih akan benar-benar mencurahkan pemikiran mengenai siapa sang Penciptanya. Tidak peduli apakah orang tadi dari kalngan muslim maupun non muslim karena ini menyangkut penyaluran satu naluri yang ada pada dirinya (gharizah tadayyun).

Sang pencipta adalah Dzat yang berada di luar manusia, alam semesta dan  kehidupan yang bersifat azali  (tidak berawal dan tidak berakhir) serta wajibul wujud (wajib adanya). Dua sifat itulah sebagai parameter yang digunakan manusia ketika mencari siapa penciptanya disamping sifat-sifat kesempurnaan yang harus dimiliki olehNya. Dan ketika kita mempelajari lebih jauh, segala sifat kesempurnaan tadi hanya dimiliki oleh Allah, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Al-Qur’an . Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah Dzat yang wujud (ada eksistensinya- meski tidak dapat dijangkau oleh manusia yang serba terbatas), tidak berawal dan tidak berakhir. Sementara itu, keyakinan yang dimiliki oleh kalangan non muslim adalah bathil karena mereka meyakini makhluk sebagai Tuhan, meyakini tuhan yang berbilang dan sebagainya. Keyakinan mereka pun tidak bisa diterima akal sehat, sehingga wajar para pengikut mereka banyak yang akhirnya masuk Islam setelah sebelumnya mengalami kebimbangan dalam hal doktrin ketuhanan ala mereka. Kita bisa melihat bagaimana kisah Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhannya, yang diceritakan dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 75-79. Dan dalam ayat-ayat sebelumnya, yakni  Q.S Al-An’am ayat 1-3 Allah telah mengajarkan pada manusia bahwa Allah lah Sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Al-Qur’an juga memaparkan bantahan-bantahan cerdas terhadap ide paganisme. Trinitas, maupun keyakinan-keyakinan selain ajaran tauhid. Bantahan yang diketengahkan oleh Al-Qur’an sangat memuaskan akal. Dan hal ini akan semakin menguatkan pemahaman kita bahwa keyakinan terhadap sang Pencipta merupakan perkara yang ‘aqli (ditempuh melalui jalan berpikir). Seperti yang Allah jelaskan dalam surat Al-A’raf:191-195, Al-Maidah: 72-76,17.

Hanya saja ketika kita mendapatkan berita dari Al-Qur’an, maka kita harus menemukan hujjah (bukti) yang meyakinkan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah, bukan sesuatu yang dikarang oleh makhluk, siapapun itu. Fakta bahwa  Al-Qur’an berbahasa arab dan dibawa oleh Muhammad akan menghantarkan kita pada kemungkinan-kemungkinan yang dilontarkan oleh kaum orientalis, antara lain sebagi berikut:
  1. Karena Al-Qur’an berbahasa  Arab, maka dimungkinkan Al-Qur’an adalah hasil karangan bangsa Arab. Bahkan seorang pemikir timur tengah, Nashr Hamid Abu Zaid berhipotesa bahwa Al-Qur’an adalah produk budaya
  2. Karena Al-Qur’an disampaikan dan diajarkan pertama kali oleh Muhammad, maka dimungkinkan Al-Qur’an adalah buatan Muhammad. Tuduhan ini telah dilontarkan oleh orang kafir pada masa Rasulullah.
Namun melalui pengkajian yang mendalam, kita akan dengan mudah menyangkal pendapat yang lemah ini. Al-Qur’an Al-karim adalah kitab berbahasa Arab dengan gaya bahasa yang sangat tinggi. Tak seorang pun kalangan bangsa Arab yang mampu menandingi ungkapan-ungkapan seperti yang disampaikan dalam Al-Qur’an, meskipun satu ayat saja. Bahkan orang yang pandai, seperti Walid bin Mughirah mengakui bahwa apa yang dibawa Muhammad bukanlah suatu bentuk sya’ir yang dibuat oeh bangsa Arab yang selama ini dikenal. Allah telah secara langsung menbantah hal ini, seperti dalam surat Al-Baqarah:23. Selain itu Nabi Muhammad sendiri termasuk kalangan bangsa Arab yang juga ummi’ . Redaksi hadist dan Al-Qur’an pun berbeda gaya bahasanya. Orang kafir juga menuduh bahwa Al-Qur’an adalah perkataan yang diajarkan oleh seorang pemuda bernama Jabr. Dengan keras tuduhan ini dibantah dalam surat An-Nahl:103. 
 
Dengan demikian kita memperoleh kesimpulan bahwa Al-Qur’an memang Kalamullah. Keyakinan ini juga akan menghantarkan kita terhadap berita-berita ghaib yang dikabarkan dalam Al-Qur’an. 
2. Simpul Kedua” Untuk apa saya hidup?”
Setelah mendapatkan jawaban pertanyaan pertama, maka kita akan dengan cepat menjawab pertanyaan kedua. Sudah sewajarnya ketika ada yang menciptakan manusia maka manusia dalam menjalani kehidupannya harus sesuai dengan misi yang Allah kehendaki dari penciptaan manusia. Yaitu yang Allah firmankan dalam surat Adz-Dzhariyat:56. Kata Ibadah dalam ayat tersebut tidak dibatasi dalam ibadah yang dipahami oleh banyak orang saat ini, yang hanya berupa ibadah Mahdhah, tetapi yang dimaksud adalah seluruh aktivitas yang dilakukan manusia. Jadi pengabdian yang sempurna dari manusia adalah ketika manusia menyesuaikan seluruh aktivitas yang dilakukan sesuai dengan kehendak atau aturan Allah. Aturan-aturan tersebut diketahui dari firman Allah, yaitu Al-Qur’an. Namun untuk menjalankan apa yang diserukan, manusia memerlukan contoh yang dapat diindera. Sehingga inilah tugas dari para Rasul untuk memberikan pelajaran kepada kita. Keinginan kita untuk terikat dengan aturan Allah akan melejitkan semangat untuk mengkaji ilmu Islam maupun ilmu yang menjadi penunjang kualitas hidup. 
3. Simpul Ketiga “ Akan kemana saya setelah kehidupan dunia ini?”
Ketika kita meyakini bahwa Allah mencipitakan kehidupan ini dan hidup kita hanya untuk beribadah kepada Allah, yakni terikat dengan aturan-aturannya, maka tak lain setelah kehidupan ini kita akan kembali pada Allah. Allah telah menegaskan bahwa maksud dari kembali padaNya adalah untuk mempertanggungjawabkan segala amal yang kita lakukan di dunia. Dan tak ada satu pun amal yang akan luput dari penghitunganNya (QS Al-Zalzalah:6-8).
Jawaban dari ketiga simpul ini akan menjadi penjaga yang kuat bagi pribadi unggul, yakni seorang muslim yang visioner, tangguh, cermat dan senantiasa sadar hubungannya dengan Allah. Dalam hidup ia akan senantiasa berhati-hati dalam berbuat maupun meyakini sesuatu dan mengembannya. Karena ia sangat memahami konsekuensi dari seluruh perbuatannya. Jawaban ini akan menjadi dasar aqidah seseorang.