Rabu, 07 September 2011

Curhatan Di Kampus Biru


Semenjak Indonesia dilanda krisis moneter, peringkat Indonesia sebagai negara berkembang menengah ke atas bergeser menjadi negara berkembang menengah ke bawah. Indonesia menjadi peringkat atas negara terkorup di dunia. Menurut hasil survei tahun 2010 oleh perusahaan konsultan “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) yang berbasis di Hong Kong, Indonesia menempati urutan pertama dari 16 negara Asia Pasifik lainnya. Dalam bidang pendidikan, sulitnya akses pendidikan masih dirasakan masyarakat menengah ke bawah. Kondisi ini diperparah dengan adanya liberalisasi pendidikan yang meniscayakan minimalisasi peran pemerintah. Dampak langsung yang dirasakan oleh mahasiswa adalah kenaikan biaya kuliah yang sulit dijangkau kalangan miskin.
Soegeng Sarjadi mengatakan bahwa ketertinggalan IPTEK merupakan sebuah masalah baru bagi pendidikan dan berdampak kepada mahasiswa Indonesia. Pendidikan Indonesia mengalami “penindasan” sebagai dampak eksistensi liberalisasi pendidikan. Secara lebih jauh, Indonesia menghasilkan banyak pengangguran terbuka. Sebanyak 4.516.000 dari 9.427.600 orang yang masuk kategori pengangguran terbuka Februari 2008 adalah lulusan SMA, SMK, Diploma dan Perguruan Tinggi. Rendahnya daya adaptasi sekolah formal memenuhi tuntutan pasar kerja kian menjadi persoalan dalam mengatasi pengangguran.
Kondisi real bangsa Indonesia sekarang, harusnya mendorong setiap elemen masyarakat untuk berfikir melakukan perubahan. Perubahan akan terjadi jika masyarakat menyadari kelemahan pada bangsa ini. Kemudian tahu solusi yang dapat menggantikan kelemahan yang ada.
Mahasiswa adalah agen perubahan (agent of change). Dipandang dari segi intelektualnya, mahasiswa memiliki daya analisis yang kuat dan didukung dengan spesialisasi keilmuan yang dipelajari. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa sangat berpengaruh terhadap perubahan masyarakat. Pendapat mahasiswa sering didengar oleh masyarakat selain pendapat dari kalangan pejabat. Kita tentu ingat, saat-saat revolusioner dalam sejarah gerakan mahasiswa Indonesia. Aksi-aksi gerakan mahasiswa menuntut penumbangan rezim kapitalistik Soeharto telah berhasil. Hal itu merupakan bukti bahwa mahasiswa punya andil terhadap perubahan.
Namun, kita lihat sekarang gerakan mahasiswa mengalami penurunan baik secara kualitas maupun kuantitas. Salah satu penyebab utamanya adalah aktivitas mahasiswa saat ini cenderung pada kebutuhan lulus cepat agar segera mendapatkan pekerjaan. Mahasiswa seolah terjebak dalam kungkungan akademis yang prioritasnya adalah mengejar IPK tinggi.
Kondisi di atas tidak lepas dari sistem kapitalisme berikut paradigmanya yang sekarang menghegemoni bangsa ini. Fokus mahasiswa yang hanya seputar isu-isu akademis dan yang berkorelasi positif pada akses ke dunia kerja ini membuat kalangan mahasiswa cenderung menjadi menara gading kampus. Menara gading yang hanya sibuk menghabiskan waktunya dengan teori-teori di kampus yang seringkali berbeda dengan kondisi riil masyarakat.
Arus kapitalisme yang berputar di kampus ini pula yang menyebabkan produktifitas gerakan mahasiswa sangat menurun. Regenerasi gerakan mahasiswa sulit terwujud dengan baik karena kader yang masuk ke dalam gerakan tersebut masih minim baik kuantitas bahkan kualitasnya.
Kebanyakan mahasiswa yang memilih bergabung dengan organisasi di kampus memiliki alasan pragmatis. Bergabung dengan sebuah organisasi untuk meningkatkan skill kepemimpinan, kepenulisan bahkan untuk pengalaman organisasi yang akan dicantumkan di lamaran kerja. Motivasi seperti ini jelas sulit untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap permasalahan riil masyarakat. Satu indikasi adanya penurunan kepekaan ini adalah semakin jarangnya acara-acara umum yang digelar oleh organisasi kampus yang bermuatan sosial politik. 
Di samping bermasalah dari sisi motivasi bergabung dengan suatu organisasi, sistem manajemen yang berjalan di dalam organisasi tersebut belum cukup untuk menancapkan idealism yang kuat sebagai lembaga kontrol terhadap. Kalaupun ada beberapa kalangan lembaga yang turn-in dan terlihat kritis, belum ada jaminan idealism aktivisnya akan berthanan pasca lepasnya dia dari organisasi itu.
Dari penjelasan sebelumnya, reorientasi visi pada masing-masing individu yang akan masuk ke dalam lembaga mahasiswa di kampus begitu pula reorientasi visi organisasi kemahasiswaan, mutlak dibutuhkan. Peran sebagai agen perubahan kondisi bangsa akan mampu terwujud jika para mahasiswa senantiasa peka dengan permasalahan sosial-politik akibat jeratan sistem kapitalisme ini, bukan justru terjebak dalam arus yang ada. Tidak hanya mengkritik, mahasiswa juga harus mengkaji solusi ideal dari permasalahan tersebut. Adapun organisasi mahasiswa, diharapkan mampu menyiapkan sistem manajemen untuk membentuk kader-kader aktivis yang beridealisme tinggi dan mengikis pragmatisme para aktivis mereka. Keseimbangan peran dalam kuliah dan organisasi tentu penting untuk ditanamkan. Reorientasi visi inilah yang menjadi langkah awal bagi mahasiswa maupun organisasi mahasiswa untuk kembali menunjukkan kiprahnya di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar